Perbedaan KPR Syariah dan KPR Konvensional
Perbedaan utama antara KPR Syariah dengan KPR konvensional terletak pada akadnya. Pada bank konvensional, kontrak KPR didasarkan pada suku bunga tertentu yang sifatnya bisa fluktuatif, sedangkan KPR Syariah dilakukan berdasarkan akad jual beli terhutang.
Konsep KPR Konvensional
KPR konvesional adalah akadnya berdasarkan kaidah hutang dengan bunga sebagai keuntungan bank. Di dalam transaksi ini sangat jelas merupakan transaksi dengan riba, karena dengan sistem bunga yang akan menambahkan nilai tertentu dari pokok hutang. Transaksi seperti ini hukumnya adalah Haram dan harus ditinggalkan. Bank Konvensional hanya meminjamkan uang dan tidak memiliki rumah secara lahir, walau nantinya berhak menyitanya jika pihak yang berhutang tidak mampu membayarnya.
Sedangkan KPR syariah, akadnya berdasarkan prinsip jual beli. Dimana Jual Beli rumah secara KPR ini adalah bentuk dari Jual berli terhutang. Sehingga ketika akad harga rumah sudah jelas didepan kemudian dikurangi DP sehingga sisanya dapat diangsur sekian tahun.
Konsep KPR Syariah
KPR syariah tidak mengenal bunga. Keuntungan yang diperoleh oleh pihak penjual adalah margin yang diambil dari penjualan rumah yang telah disepakati. Secara hitungan matematis, KPR syariah sebenarnya tidak berbeda jauh dalam jumlah cicilan bulanan KPR konvensioanal (terkadang ada kesan KPR syariah sedikit lebih mahal karena daya tarik promo KPR Konvensional yang sesaat). Namun keuntungan menggunakan KPR syariah adalah jika suku bunga naik bergejolak, cicilan tidak akan berubah. Pihak pembeli tetap mencicil angsuran yang telah disepakati sebelumnya karena harga sudah ditetapkan di awal.
Dari Konsep diatas tentu saja terlihat jelas kita harus melakukan jual beli dan cicilan dengan penjualnya. Saat ini banyak developer yang menggunakan konsep syariah sehingga cicilannya dapat langsung tanpa bank.
Namun apabila anda menggunakan bantuan suatu lembaga (misal bank syariah), maka harus dipastikan bank syariah harus membeli terlebih dahulu rumah yang akan anda KPR sehingga akad jual beli anda adalah akad jual beli antara anda dengan bank syariah. dalam hal ini Bank Syariah adalah sebagai pedagang, karena Bank membeli langsung dari pihak developer kemudian dijual kepada anda secara terhutang. Sehingga harap diperhatikan konsep ini apabila anda melakukan transaksi KPR dengan bank syariah.
sebagai contoh, harga rumah secara harga pasaran adalah Rp 100 juta. Pada suatu rumah dijual dengan sistem terhutang dengan jangka waktu 5 tahun, pihak penjual dapat saja memberikan harga Rp 150 juta. Apabila pembeli memberikan DP sebesar Rp 45juta maka sisaya 105 juta dibagi selama 5 tahun. Sehingga perbulannya Rp 1,750.000 Cicilan ini tidak akan terpengaruh oleh gejolak bunga bank konvensional karena jual beli KPR syariah ini telah di tentukan harga rumah di awal Rp 150 juta.
Landasan:
Dalil pertama: firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Q.S. al-Baqoroh: 282)
Ayat ini adalah salah satu dalil yang menghalalkan adanya praktik hutang piutang, sedangkan akad kredit adalah salah satu bentuk hutang, maka dengan keumuman ayat ini menjadi dasar dibolehkannya perkreditan (KPR)
Dalil kedua: Hadits riwayat Aisyah,
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran terhutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau kepadanya.” (HR. Al-Bukhori: 1990 dan MuslimL 1603)
Pada hadits ini, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membeli bahan makanan dengan pembayaran terhutang, dan sebagai jaminannya, beliau menggadaikan perisainya. Dengan demikian, hadits ini menjadi dasar dibolehkannya jual beli dengan pembayaran terhutang, dan perkreditan (KPR) adalah salah satu bentuk jual beli dengan pembayaran terhutang.